Tugas Artikel
Perbandingan
Hubungan Pusat Dan Daerah Di Berbagai Negara
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Pemerintahan Daerah
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Johan Jasin,
SH., MH
Disusun Oleh:
Kelompok 6
Anggota Kelompok
1.
Riyanto H. Patamani
2.
Idrak A. Hamzah
3.
Nurwidya R. N. Gobel
4.
Saprin M. Ishak
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI
GORONTALO
2016
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT karena hanya berkat rahmat, hidayah
dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan Artikel dengan judul “Perbandingan Hubungan
Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah di Beberapa Negara”
Penulis menyadari bahwa Artikel ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki lanjutan di masa mendatang.
Akhir kata, semoga Artikel ini bisa memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Gorontalo, Desember 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1
Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................................... 2
1.3
Tujuan Penulis..................................................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI......................................................................................... 4
2.1
Kewenangan
Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah.................................. 4
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................ 7
3.1 Pemerintah Pusat dan Daerah di
Thailand........................................................... 7
3.2 Pemerintah Pusat Dan Daerah Amerika Serikat.................................................... 9
3.3 Pemerintahan Pusat Dan
Daerah di Malaysia.................................................... 11
3.4 Pemerintah Pusat Dan Daerah Jepang................................................................. 14
BAB IV PENUTUP........................................................................................................ 18
4.1
Kesimpulan........................................................................................................ 18
4.2
Saran.................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam penyelenggaran pemerintahan, ada
beberapa prinsip daerah yang menjadi pegangan oleh aparat pemerintahan dalam menggerakkan administrasi pemerintahan atau manajemen
pemerintahan. Prinsip – prinsip dasar tersebut disebut dengan asas – asas
pemerintahan. Sentralisasi, dekonsentrasi, dan desentralisasi adalah konsep –
konsep yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam organisasi termasuk
dalam organisasi Negara.
Asas – asas kedaerahan adalah prinsip –
prinsip dasar dalam pendelegasian wewenang dan pelaksanaan tugas sesuai dengan sumber wewenang tersebut.
Asas tersebut ada tiga jenis, yaitu :
1.
Desentralisasi.
2.
Dekonsentrasi.
3.
Medebewind.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
oleh pemerintah pusat kepada daerah dalam kerangka sistem kenegaraan. Dalam Negara kesatuan seperti
Indonesia, penyerahan wewenang dari pemerintah diserahkan kepada daerah otonom. Daerah otonom adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu serta berwenang mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara kesatuan (Pasal 1 angka 6
dan 7 UU No.32 Tahun 2004). Adanya pemerintahan daerah dimulai dari kebijakan
desentralisasi. Desentralisasi berasal dari bahasa latin, yaitu De yang berarti
lepas dan Centrum yang berarti pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat.
Dengan demikian, desentralisasi bersarti melepas atau menjauh dari pemusatan.
Desentralisasi tidak putus sama sekali dengan pusat tapi hanya menjauh dari
pusat. [1]
Desentralisasi menunujukkan model hubungan
kekuasaan antar oganisasi,sedangkan dekonsentrasi menunjukkan model hubungan
kekuasaan intra oganisasi. J. Riwu Kaho, mengatakan Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan yang
didesentralisasikan.[2]
Penyelenggara pemerintahan daerah adalah
pemerintah daerah, dan DPRD. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas
desentralisasi, tugas pembantuan, serta dekonsentrasi sesuai dengan peraturan
perundang – undangan yang berlaku. Sementara itu, pemerintah daerah dalam
menyelenggarakan pemerintahan menggunakan asas desentralisasi dan tugas
pembantuan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah daerah berpedoman pada asas Umum penyelenggaraan Negara, yang di
dalam Hukum Administrasi Negara dikenal dengan “Asas – asas umum pemerintah yang
layak”. Di negeri Belanda, asas – asas umum pemerintahan yang layak ini sudah
diterima sebagai norma hukum tidak tertulis, yang harus ditaati oleh
penyelenggara pemerintahan, terutama Pejabat Tata Usaha Negara, dalam membuat
keputusan Tata Usaha Negara. [3]
1.2 Rumusan Masalah
a.
Bagaimana hubungan pemerintah pusat dan daerah di Thailand?
b.
Bagaimana hubungan pemerintahan pusat dan daerah di Amerika Serikat?
c.
Bagaimana hubungan pemerintah pusat dan daerah di Malaysia?
d.
Bagaimana hubungan pemerintah pusat dan daerah di Jepang?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui hubungan pemerintah pusat dan daerah di Thailand.
2.
Untuk menegetahui hubungan pemerintahan pusat dan daerah di Amerika Serikat
3.
Untuk mengetahui hubungan pemerintah pusat dan daerah di Malaysia.
4.
Untuk Mengetahui hubungan pemerintah pusat dan daerah di Jepang.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Kewenangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah
Dalam penyelenggaraan otonomi luas, urusan
pemerintahan yang diserahkan kepada daerah, jauh lebih banyak bila dibandingkan
dengan urusan pemerintahan yang tetap menjadi wewenang pemerintah pusat.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004, urusan pemerintahan yang sepenuhnya tetap menjadi
kewenangan pemerintah pusat adalah :
a.
Politik luar negeri
b.
Pertahanan
c.
Keamanan
d.
Yustisi
e.
Moneter dan fiskal nasional; dan
f.
Agama
Di dalam penjelasan UU No. 32 Tahun 2004,
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan urusan pemerintahan di bidang :
a. Politik luar negeri adalah urusan
pengangkatan pejabat diplomatik dan menunujuk warga negara untuk duduk dalam
jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan
perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri,
dan sebagainya;
b. Pertahanan, adalah misalnya mendirikan
atau membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan
negara atau sebagian negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan
sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib
militer, bela negara bagi setiap warga Negara, dan sebagainya;
c. Keamanan, adalah misalnya mendirikan
dan membentuk kepolisian Negara , menetapkan kebijakan keamanan nasional,
menindak setiap orang yang melanggar hukum Negara, menindak kelompok atau
organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan Negara, dan sebagainya;
d. Moneter dan fiskal nasional, adalah
misalnya mencetak uang, menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan
moneter / fiskal, mengendalikan peredaran uang, dan sebagainya;
e. Yustisi, adalah misalnya mendirikan
lembaga peradilan , mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan Lembaga
Permasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan
grasi, amnesty, abolisi, membentuk undang – undang , peraturan pemerintah dan
peraturan lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya;
f. Agama, adalah misalnya menetapkan hari
libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberi hak pengakuan terhadap
keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakakan dalam penyelenggaraan kegidupan
keagamaan, dan sebagainya.
Di samping itu, bagian tertentu urusan
pemerintahan lainnya yang berskala nasional, yang tidak diserahkan kepada
daerah. Selain enam urusan pemerintahan yang telah diuraikan di atas, sisanya
menjadi wewenang pemerintah daerah. Dengan demikian, urusan yang dimiliki oleh
pemerintah daerah menjadi tidak terbatas. Daerah dapat menyelenggarakan urusan
pemerintahan apa saja selain enam bidang yang telah dikemukakan di atas, asal
saja daerah mampu menyelenggarakannya, dan punya potensi untuk dikembangkan
guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam menyelenggrarakan urusan
pemerintahan yang menjadi wewenang daerah, pemerintah daerah menyelenggarakan
otonomi seluas – luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Tugas pembantuan
pada dasarnya merupakan keikutsertaan daerah atau desa, termasuk masyarakatnya
atas penugasan atau kuasa dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk
melaksanakan urusan pemerintahan di bidang tertentu. Pemberian tugas pembantuan
harus disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. [4]
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pemerintah Pusat dan Daerah di
Thailand
Dinamika politik hubungan pusat dan
daerah di Thailand sangat dipengaruhi sekali oleh sejarah politik dan jatuh bangunnya
demokrasi di Thailand. Pemahaman mengenai kesejarahan dapa digunakan untuk
membandingkan dinamika politik hubungan antara pusat dan daerah di Indonesia
dan meletakkannya dalam kerangka studi perbandingan politik di tingkat lokal.[5]
Dalam
konteks kesejarahan, kecuali Thailand semua negara-negara Asia Tenggara telah
mengalami masa penjajahan yang lama, maka muncul gagasan-gagasan nasionalisme
yang mempengaruhi pilihan struktur politik dan strategi pembangunan bagi negara
tersebut. Gejala militerisme dan kediktatoran juga berakar kuat di kawasan Asia
tenggara. Dilihat dari aspek struktur politik kemajemukan terlihat jelas, misal
Filipina, Thailand dan Indonesia memilih sistem politik multi partai, sedangkan
Malaysia dan Singapura mempertahankan sistem politik satu partai. Di bawah ini adalah penjelasan bagaimana
gejala sentralisasi, desentrralisasi dan re-sentralisasi secara konseptual dan
kelebihan kekurangan pendekatan yang ada. Dalam buku yang berjudul Bureaucratic polity yang ditulis oleh Fred W.Riggs (1966)
menegaskan pusat kekuasaan di Thailand pada tahun 1960an hingga 1970an berada
di tangan birokrasi dan birokrat-birokratnya yang bersebaran di seluruh Thailand.
Pemegang kekuasaan di pusat di bangkok ada di tangan militer dan dibantu para
tehnokrat. Peranan departemen dalam negeri juga sangat penting karena lewat lembaga
begara inilah kebijakan dan intruksi dari pusat dapat menjangkau di daerah.[6]
Pada tahun 1980an muncul pendekatan “negara
pembangunan” berisi tema, yang pertama sistem politik yang sentralistis
didukung oleh dominasi satu partai yang kokoh dan kuat adalah prasyarat mutlak
untuk mendukung pembangunan ekonomi. Kedua, lembaga-lembaga negara yang penting
dan strategis seperti departemen dalam negeri, badan perencanaan nasional, bank
sentral, departemen keuangan, departemen industri dan lembaga riset nasional
harus diisi oleh birokrat-birokrat yang handal dan berkualitas tinggi setara
mereka yang bekerja di sektor swasta. Ketiga, semua sumber daya ekonomi dan
alam mulai dari pusat hingga daerah dikelola untuk meningkatkan ekspor dan
ekspansi luar negeri.
Pengalaman Malaysia di bawah Mahatir menarik
untuk dijadikan perbandingan karena negara ini memakai sistem pemerintahan
federal. Perekonomian negaranya berhasil karena ditopang adanya Barisan
Nasional sebagai ‘payung’ untuk melanggengkan dominasi partai UMNO. Muncul kritik terhadap pendekatan ini karena
hanya melahirkan ‘demokrasi semu’. Pemilu hanya sebagai alat pengesahan dari
pemerintahan yang ada, pembatasan partai dan calon anggota parlemen sebagai
penjamin kemenangan partai yang berkuasa. Fenomena ini terjadi ketika Golkar
mendominasi politik di jaman Orba, UMNO di Malaysia dan PAP di Singapura hingga
kini.[7]
3.2 Pemerintah Pusat Dan Daerah Amerika
Serikat
Bentuk Negara Amerika Serikat adalah federal
atau serikat. Dalam hal ini pemrintahan daerah merupakan bentukan dari Negara
bagiannya dan bergantung pada undnag-undang dan konstitusi Negara bagian
mengenai status, hak dan keistimewaannya. Jadi, ada 50 sistem pemrintahan
daerah yang berbeda. Secara teoritis Negara bagian dpat menghapus dan mengganti
pemerintah daerah tetapi pada prakteknya ada undnag –undang dan politik yang
membatasi kemungkinan tersebut. Melalui haknya untuk menentukan konstitusi
Negara bagian berdasarkan referendum. Para pemilih dapat membatasi kekuasaan
legislative ats pemrintah daerah. Konstitusi federal juga dapat menjadi
instrument untuk memeriksa maksud tersebut. Legislasi harus ditetapkan pada
sekelompok pemerintah daerah bukannya satu per satu.
Fungsi pemerintah daerah pada umumnya
diperinci secara khusus dan bila diminta pemerintah daerah harus dapat
menujukan bukti tersebut di pengadilan bahwa mereka mempunyai otoritas legal
ats aktivitasnya. Prinsip ini disebut ultra vires doctrine yang merupakan
rumusan klasik dalam judge dillon’s rule di tahun 1870an bahwa pemerintahan
daerah hanya dapat menjalankan the power granted in express words atau
necessarily or fairly implied in orincident to the powers expressly granted
atau those essential to the accomplishment of the declared objectives and
purposes of the corporation-not simply convenient but indispensable. Any fair,
reasonable, substantial, doubt concering the exixtence of power is resolved by
the courts against the corporation and the power is denied.[8]
County merupakan bentukan Negara bagian
berbeda dari municipality sehingga kurang memiliki basis masyarakat tertentu
dan dapat dihapus atau diubah kekuasaannya berdasarkana legislasi Negara bagian
dan merupakan unit pemerintahan daerah yang diorganisasikan atas dasar
kewilayahan.Town dan township merupakan subsidi dari county yang memiliki
batas-batas yang semula ditandai di atas peta oleh para surveyor county guna
pembangunan dan pemeliharaan jalan. Kini pemerintah town dan township melayani
pula perpustakaan, air bersih, dan pengolahan sampah.
JENIS & JUMLAH
PEMERINTAHAN DAERAH DI USA
|
|
Counties
|
3.043
|
Municipal-City
|
19.372
|
Municipal-Town
|
16.629
|
School District
|
13.726
|
Special District
|
34.683
|
Total
|
87.453
|
Sumber: Miller (2002), kondisi 1997
Municipality merupakan komunitas yang
digabungkan berdasarkan piagam atas dasar permintaan para anggotanya. Special
district dirancang oleh undang-undang Negara bagian, atau oleh pemerintah
daerah, atau oleh hasil petisi dan pertemuan privat untuk menyediakan satu atau
dua layanan dengan batas yurisdiksi masing-masing telah disetujui oleh pihak
berwenang. Ada dua jenis district yakni school district (jumlah yang terbanyak)
dan special district. Pada umumnya, fungsi atau urusan yang dijalankan oleh pemerintah daerah
di AS didesentralisasi dari Negara bagian melalui ultra vires doctrine,
meskipun penerapan prinsip ini tidak kaku karena dapat menyesuaikan dengan
aspirasi masyarakat melalui home rule charter. Tidak ada penyelenggaraan fungsi
yang seragam antarpemerintah daerah, setiap otoritas wilayah memiliki fungsinya
masing-masing sesuai dengan kebutuhan keadaan dan tuntutan masyarakat akan
layanan publiknya. Kompleksitas pemerintahan daerah di AS juga
berkelanjutan dalam ragam bentuk pemerintah daerah (local authority). Setiap
jenis pemerintahan daerah memiliki karakter yang khas dalam menyusun bentuk
pemerintah daerahnya (Norton, 1994). County governanment memiliki pola tradisional
berupa board atau commission. Anggota elected board antar-County juga
berbeda-beda jumlahnya. Ia memiliki kekuasaan legislative dan bertanggungjawab
atas enggaran, kekuasaan administrative, dan pengawasan atas dinas-dinas yang
ada dan kuasa untuk menunjuk staf administrasi. Commission memiliki pola yang
berbeda lagi. Ia dipimpin oleh elected judge yang menjalankan tugas
administrative komisi. Tugasnya meliputi pengambilan keputusan secara consensus
atau voting dan memilih pengawas town dan townships. [9]
3.3
Pemerintahan Pusat Dan Daerah di Malaysia
Malaysia adalah sebuah monarki konstitusional
federal yang dengan parlemen bikameral yang berbasis di ibukota, Kuala Lumpur.
Kepala negara adalah Yang Di-Pertuan Agong, biasa disebut sebagai 'raja', dan
dipilih oleh Konferensi Penguasa dibuat up dari sembilan keluarga kerajaan dari
negara-negara anggota dari Malaysia pada rotasi selama lima tahun. empat dari
13 negara di Malaysia bersama dengan tiga wilayah tidak memiliki penguasa
kerajaan turun temurun dan tidak terlibat dalam proses ini. Keempat negara memiliki
gubernur yang ditunjuk oleh parlemen, sementara tiga wilayah diatur langsung
oleh pemerintah federal. Parlemen terdiri dari terpilih DPR (Dewan Rakyat) dan
ditunjuk Senat (Dewan Negara).
DPR memiliki 222 anggota terpilih dengan hak pilih
universal orang dewasa untuk hal sampai lima tahun. Senat memiliki 70 anggota
terpilih non - dua dari masing-masing 13 negara, ditunjuk oleh penguasa negara
atau gubernur - dan 44 diangkat oleh raja atas saran dari Perdana Menteri. Para
anggota terus Senat posisi mereka selama tiga tahun istilah terlepas dari
pembubaran parlemen. Setiap negara memiliki perakitan legislatif (dewan
undangan negeri) yang terdiri dari wakil-wakil terpilih dari singlemember
konstituen. Kedua anggota DPR dan orang-orang dari negara majelis legislatif
terpilih melalui firstpast- the-post sistem untuk mewakili anggota tunggal
konstituen di tingkat federal dan negara masing-masing.
1.
Ketentuan Konstitusi Daftar II, Jadwal IX Konstitusi
Federal Malaysia3a ('Negara Daftar') membuat ketentuan untuk pemerintah lokal.
konstitusi juga menyediakan untuk pembentukan sebuah dewan nasional untuk
pemerintah daerah (lihat di bawah).
2.
Teks legislatif Main Kompetensi untuk memberlakukan
undang-undang terletak pada 13 majelis negara. Namun, federal pemerintah
diberdayakan untuk membuat 'orang tua hukum 'dalam rangka untuk menyatukan
hukum dari dua atau lebih negara. Keseragaman hukum tidak berlaku untuk Sabah
dan Sarawak negara. Di antara yang paling bagian penting dari undang undang
yang berkaitan dengan lokal Pemerintah adalah:
·
Local Act Pemerintah 19763b (Kis 171)
·
Street, Drainase dan Bangunan Act 1974 (Act 124)
·
Kota dan Perencanaan Act 1976 (Act 172)
·
Hibah Negara (Pemeliharaan Lokal Pihak berwenang)
Undang-Undang 1981
·
Uniform Building By-hukum 1984 (Act 171)
·
Pihak berwenang Ordonansi lokal 1996 untuk keadaan
Sarawak
·
Peraturan Pemerintah Daerah 1961 untuk negara bagian
Sabah Kisah-sektor tertentu lainnya seperti Jalan Transportasi Act 1987 (Act
133), Gedung dan Common Property (Pemeliharaan dan Manajemen) Undang-Undang
2007 (Act 663) dan Kualitas lingkungan Act 1974 (Act 127), antara lain,
memberikan resep berbagai kekuatan, peran dan fungsi untuk pemerintah daerah.[10]
3.3.1
Struktur Pemerintahan Daerah
Sejak 1990-an telah terjadi tren di sektor
pemerintah daerah untuk mencapai efisiensi yang lebih besar dalam pelayanan
perkotaan melalui peningkatan partisipasi sektor swasta dalam mereka
pengiriman. Agenda Lokal 21 (LA21) (lihat di bawah) dan program serupa telah
memainkan signifikan peran dalam mempromosikan partisipasi berbasis masyarakat organisasi,
dan dalam mengidentifikasi jasa yang dibutuhkan.
Menteri Perumahan dan Pemerintah Daerah bertanggung
jawab untuk perumusan, pelaksanaan dan pemantauan semua hukum yang berkaitan
dengan pemerintah lokal; pengembangan lokal. Kebijakan pemerintah; dan
pelaksanaan semua fungsi pemerintah daerah seperti kota dan perencanaan negara,
perumahan, lansekap, pengelolaan limbah padat dan api dan penyelamatan jasa.
kekuasaan ini diberikan kepada Menteri oleh konstitusi federal dan Pemerintah
Act Local 1976. Selain itu, Balai Kota Kuala Lumpur, Putrajaya Perusahaan dan
Labuan Perusahaan tunduk pada lingkup Departemen Wilayah Federal dan Urban
Well-Being, pelayanan yang didedikasikan untuk mengawasi hal-hal dalam federal wilayah.[11]
3.4 Pemerintah Pusat dan Daerah di Jepang
Jepang adalah
negara kesatuan. Kekuasaan di Jepang dibagi dalam tiga bentuk kekuasaan yaitu
kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Diet adalah satu-satunya badan
legislatif, sedangkan fungsi kabinet sebagai badan eksekutif dan mahkamah agung sebagai badan yudikatif. Badan
legislatif Jepang yang dikenal dengan sebutan Diet terdiri dari the House of Representatives dan the
House of Councilors. The House of Representatives memiliki 500 kursi
di Diet dengan keanggotaan selama empat tahun masa jabatan. Pemilihan umum biasanya diadakan sebelum
akhir masa jabatan para anggota dewan. Sedangkan, The House of Councilors
memiliki 252 kursi yang masing-masing
anggota dengan masa jabatan enam tahun dan pemilihan setiap tiga tahun sekali
untuk sebagian anggota (UN ESCAP).
Kabinet
adalah badan eksekutif yang berurusan
dengan hal-hal administrasi dan secara kolektif bertanggung jawab kepada
Diet dalam hal pelaksanaan tugas eksekutifnya power. Oleh karena itu, sietem
pemerintahan Jepang adalah sistem parlementer. Ada kira-kira sebanyak 1,162,000
pegawai pemerintah pusat yang bekerja pada kementrian dan Agencies central
government officials working for ministries and agencies. Sedangkan, badan
yudikatif terdiri dari tiga tingkatan dengan
Mahkamah Agung sebagai organ tertinggi. Berikutnya ada 8 Pengadilan Tinggi,
penanganan persidangan yang disampaikan oleh Pengadilan Distrik, Ringkasan
Keluarga Pengadilan atau Pengadilan. Ada 50 Pengadilan Distrik, 448 Pengadilan Summary menangani kejahatan yang tidak terlalu berat dan 50
Pengadilan Keluarga yang menangani sengketa keluarga (UN ESCAP).[12]
3.4.1
Pemerintahan Daerah Jepang
Pemerintah daerah memiliki dasar dalam konstitusi Jepang
yang dikenal sebagai bentuk perwujudan demokrasi dan dibentuk sebagai bagian
dari sistem pemerintahan negara. Pembentukan pemerintah daerah di Jepang
berdasarkan kepada Undang-undang otonomi daerah . Berdasarkan Undang-undang
otonomi daerah, setiap struktur pemerintah di tingkat daerah memiliki local
assembly (dewan kota) dan chief eksekutif (kepala eksekutif) yang dipilih langsung masyarakatnya selama
empat tahun sekali (Ministry of Home Affair and Communications, 2009). Hubungan
antara dewan-kota dan kepala eksekutif adalah bentuk check and balance.
Berdasarkan artikel UN ESCAP,
undang-undang otonomi daerah Jepang membagi pemerintah daerah di bawah
kepala eksekutif menjadi dua kategori utama, yaitu ordinary local public
entities dan special local public entities. Pemerintah daerah
terdiri dari prefektur dan municipalities sebagai ordinary local public
entities dan special public entities terdiri distrik kota
istimewa, koperasi kota, distrik kota properti dan Korporasi Pembangunan
Daerah.
Pemerintah daerah yang termasuk kedalam kategori local
public entities di jepang memiliki dua tier atau tingkat , terdiri dari 47
prefektur dan kira-kira 1777 municipalities (kota dan desa)yang eksis sampai
tanggal 1 April 2009. Municipalities adalah unit dari pemerintah daerah yang
sangat dekat dengan kehidupan masyarakat setempat. Sedangkan, prefectur
mencakup daerah yang lebih luas dari municipalities yang melaksanakan sejumlah
tugas-tugas yang beragam (UN ESCAP). Namun demikian, kedudukan antara municipalities
dan prefektur sejajar.[13]
Bila dilihat dari struktur organisasi administrasi, organisasi perangkat daerah yang berada di bawah kekuasaan eksekutif di
prefektur maupun municipalities memiliki cukup banyak perbedaan. Hal ini
disebabkan oleh adanya pembagian urusan dan tugas antara keduanya. Berikut
adalah struktur organisasi perangkat daerah yang ada di prefektur dan
municipalities.
Struktur organisasi perangkat daerah yang ada
di prefektur dan municipalities bisa dikatakan tidak terlalu berbeda. Hanya
saja, terdapat perbedaan tugas-tugas departemen yang ada di bawah gubernur atau
major. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan lingkup dan cakupan tugas
dari prefektur dan municipalities. [14]
3.4.2
Penerimaan
Pemerintah Daerah
Penerimaan
pemerintah daerah di Jepang berasal dari dua sumber utama yaitu pajak daerah
dan sumber penerimaan umum. Penerimaan
pajak daerah dapat mencapai 40% dari total keseluruhan penerimaan. Dimana Penerimaan dominan berasal dari pajak,
khususnya pajak daerah. Walaupun sudah menjadi suatu hal yang wajar bagi suatu
pemerintah daerah memenuhi pembiayaan yang harus dikeluarkannya
denganpenerimaan yang yang berasal dari
daerahnya sendiri, masih ada perbedaan yang besar dalam kemampuan
keuangan diantara daerah. Oleh karena itu, pemerintah pusat bertanggungjawab
melakukan suatu tindakan penyesuaian atas perbedaan keuangan antar daerah yang
dilakukan melalui penyamaan beban pajak dan penetapan standar minimum nasional
pelayanan publik diantara seluruh daerah Jepang. Hubungan Pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah dalam rangka penyesuaian keuangan antar daerah dapat
terlihat dari adanya sumber penerimaan
daerah berikut :
·
Local transfer tax, dana yang dipungut
sebagai pajak nasional dan pusat dan ditransfer ke pemerintah daerah
·
Special local grant, sumber pendapatan yang tidak berasal
dari pajak daerah, melainkan bentuk bantuan khusus kepada daerah yang mengalami
penurunan pajak daerah akibat pemotongan pajak tahun anggaran 1999.
·
Local allocation tax, sumber pendapatan intrinsik lokal yang
bertujuan untuk menyesuaikan ketidakseimbangan dalam sumber-sumber pendapatan
pemerintah daerah dan menjamin setiap
pendapatan pemerintah daerah agar dapat memberikan pelayanan publik bagi
penduduk sesuai dengan tingkat standar minimum nasional.
·
National treasury disbursements,
dana disalurkan pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah untuk keperluan tertentu.
·
Local government borrowings
(Local bonds), pinjaman pemerintah
daerah yang tidak diganti dalam tahun
fiskal.[15]
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sentralisasi, dekonsentrasi, dan
desentralisasi adalah konsep – konsep yang berhubungan dengan pengambilan
keputusan dalam organisasi termasuk dalam organisasi Negara.
Asas – asas kedaerahan adalah prinsip –
prinsip dasar dalam pendelegasian wewenang dan pelaksanaan tugas sesuai dengan sumber wewenang tersebut.
Asas tersebut ada tiga jenis, yaitu :
1.
Desentralisasi.
2.
Dekonsentrasi.
3.
Medebewind.
Desentralisasi
adalah penyerahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada daerah dalam kerangka sistem kenegaraan.
Dalam Negara kesatuan seperti Indonesia, penyerahan wewenang dari pemerintah
diserahkan kepada daerah Otonom. Daerah otonom adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu serta berwenang mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara kesatuan (Pasal 1 angka 6
dan 7 UU No.32 Tahun 2004). Adanya pemerintahan daerah dimulai dari kebijakan
desentralisasi. Desentralisasi berasal dari bahasa latin, yaitu De yang berarti
lepas dan Centrum yang berarti pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat. Dengan demikian, desentralisasi bersarti
melepas atau menjauh dari pemusatan. Desentralisasi tidak putus sama sekali
dengan pusat tapi hanya menjauh dari pusat.
4.2 Saran
Dalam
menyelenggrarakan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang daerah, pemerintah
daerah menyelenggarakan otonomi seluas – luasnya untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahanya dan juga harus di bantu oleh pemerintah pusat berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan. Tugas pembantuan pada dasarnya merupakan keikutsertaan daerah atau
desa, termasuk masyarakatnya atas penugasan atau kuasa dari pemerintah pusat
atau pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan di bidang
tertentu. Pemberian tugas pembantuan harus disertai pembiayaan, sarana dan
prasarana, serta sumber daya manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Hendry Maddick dan
Hanif Nurcholis,2007 “Teori dan
Praktik Pemerintahan dan
Otonomi Daerah”, Grasindo, Jakarta.
J. Riwu Kaho, 1997, “Prospek
Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia”.
Rajawali Pers, Jakarta.
Abdullah Rozali, 2005, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala
Daerah Secara Langsung (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada).
Penjelasan Umum UU
no. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Nawawi,Hadari, 2005, Metode
Penelitian Bidang Sosial.,Yogyakarta; Gajah
Mada University Press.
Krongkaew,
M. 1995, 'The political economy of decentralization in Thailand', Southeast Asian Affairs.
Ouedraogo,
H. M. S. 2003, 'state of development: experiences
from Francophone West asian', Public
Administration & Development.
Yanuar Afadan, “Perbandingan
Pemerintah Daerah Di Negara Federal dan
Negara Kesatuan” Dalam Arsip Universitas Brawijaya, 2012.
Daftar
Singkatan, Istilah dan Kata-kata Asing, dalam: St. Sularto dan Jakob Koekerits
(eds.), Op.Cit.
Jurnal “Pemerintahan
daerah Malaysia”, Vol. 1, 2013
Kementerian Perumahan dan Pemerintah Daerah,
komunikasi dengan CLGF, 2013
Prasojo, Eko, dkk. Desentralisasi
dan pemerintahan daerah: antara model
demokrasi
local dan efisiensi structural. 2006
Sinichi Ichimura “Decentralization Policies in Asian Development” 2008
Hyun-A
Kim. The Determinants and Measurement
of Fiscal Decentralization in
Korea. Republic of Korea : Research Fellow Korea Institute of Public
Finance. 2001
Bruggink, J.J.H, 1993, Rechtsreflecties
Grondbegrippen uit de rechtstheorie,
Kluwer Deventer,
Den Haag.
[1] Hendry Maddick dan Hanif Nurcholis, “Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi
Daerah”, Grasindo, Jakarta, 2007, hlm 10
Daerah”, Grasindo, Jakarta, 2007, hlm 10
[2] J. Riwu Kaho, “Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik
Indonesia”. Rajawali Pers,
Jakarta, 1997, hlm 5.
Jakarta, 1997, hlm 5.
[3] Abdullah Rozali, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara
Langsung (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada), 2005
Langsung (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada), 2005
[5] Nawawi,Hadari,
Metode Penelitian Bidang Sosial.,Yogyakarta;
Gajah Mada University Press, 1995 Hal.39-40
[6] Krongkaew, M. 1995a, 'The political
economy of decentralization in Thailand', Southeast
Asian Affairs, vol. 22, pp. 343 L2
[7] Ouedraogo,
H. M. S. 2003, 'state of development: experiences
from Francophone West asian', Public
Administration & Development,
vol. Feb 23, pp. 97-103.
[8] Yanuar Afadan,
“Perbandingan Pemerintah Daerah Di Negara Federal dan Negara Kesatuan” Dalam
Arsip Universitas Brawijaya, 2012.
[9] Daftar Singkatan, Istilah dan Kata-kata Asing,
dalam: St. Sularto dan Jakob Koekerits (eds.), Op.Cit., hlm. vii.
[12] Prasojo, Eko, dkk. Desentralisasi
dan pemerintahan daerah: antara model demokrasi local dan efisiensi structural. 2006
[13] Bruggink, J.J.H, 1993, Rechtsreflecties Grondbegrippen uit de
rechtstheorie, Kluwer Deventer, Den Haag.